Oleh: Dony Rachmanadi dan Dian Lazuardi*
Pemanfaatan hutan rawa gambut yang dilakukan secara tidak bijaksana akan membentuk tipe-tipe hutan rawa gambut yang berbeda. Tipe-tipe tersebut secara umum terdiri dari areal bekas tebangan (areal perusahaan), areal belukar rawa gambut, areal pakis-pakisan. Pengelompokkan tersebut menjadi lebih spesifik dengan terjadinya kebakaran hutan dan lahan dimana terdapat areal yang tidak terbakar, terbakar sekali, dan terbakar beberapa kali. Tipe-tipe lahan tersebut tentunya memerlukan manajemen yang berbeda dalam usaha rehabilitasinya. Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan berbagai cara antara lain : penanaman pada lahan kosong, penanaman perkayaan, pemeliharaan permudaan alam, dan perlindungan areal dari bahaya kebakaran.
Darmawijaya (1997) dalam bukunya mengenai klasifikasi tanah menyebutkan bahwa tanah gambut diklasifikasikan berdasarkan tingkat dekomposisi/bahan organik, susunan kimia, cuaca pembentukannya, susunan bahan analisa, dan faktor pembentukan. Berdasarkan tingkat dekomposisi/bahan organik gambut dibedakan atas fibrik, hemik dan saprik. Berdasarkan susunan kimia dibedakan atas eutrol mesotrof dan oligo/ro! Berdasarkan cuaca pembentukannya, gambut dibedakan atas supra aquatic dan intra aquatic. Berdasarkan susunan bahan analisa, gambut dibedakan atas sedimentary peat, .fibrous peat dan woody peat. Sedangkan berdasarkan faktor pembentukan, gambut dibedakan atas gambut ombrogen, gambut topogen dan gambut pegunungan. Istilah tanah gambut hanya digunakan pada lahan dengan luas endapan paling kecil 1 ha dan memiliki ketebalan lebih dari 50 cm.
Hutan rawa gambut mempunyai fungsi penting yaitu penyimpanan air untuk mencegah terjadinya banjir dan sebagai daerah tangkapan air, penyangga dari intrusi air laut, menyaring polutan yang dapat menyebabkan degradasi pada danau, sungai dan air bawah tanah, menyediakan produk kayu dan non kayu, dan menyediakan habitat bagi satwa.
Peranan penting dari rawa gambut yang lain adalah sebagai penyimpanan karbon. Vegetasi semi lapuk menyimpan karbon dalam jumlah yang banyak dan mencegahnya lepas ke atmosfer sebagai karbondioksida, penyebab pemanasan global. Sekitar 15% total karbon yang disimpan di lahan gambut dapat ditemukan di rawa gambut tropis. (Tan Cheng Li, 1997).
Fungsi penting hutan rawa gambut mudah hilang karena sifat ekosistem rawa gambut yang rapuh, untuk itu semua usaha memanfaatkan ekosistem tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Sifat tersebut terbentuk karena karakteristik gambut yang khas, dimana gambut merupakan tanah yang tersusun sebagian besar dari bahan organik yang melapuk tidak sempurna karena kondisi yang anaerobik.
Areal bergambut di dunia diperkirakan mencapai 420 juta ha s/d 500 juta ha. Di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan gambut seluas 17 juta ha. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang mempunyai cadangan gambut terbesar ke-empat di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat (Rismunandar, 2001).
Menurut Soepraptohardjo dan Driessen (1976), penyebaran lahan gambut di Indonesia adalah sebagai berikut, Pantai Timur Sumatera (9,7 juta ha); Kalimantan (6,3 juta ha); lain-lain (1,3 juta ha).Melihat potensi dan arti penting hutan rawa gambut maka sudah semestinya potensi tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjamin pemanfaatan hutan rawa gambut baik yang sudah terlanjur rusak atau masih baik dapat berlangsung secara lestari maka perlu ditunjang dengan hasil-hasil penelitian.
Diharapkan juga kondisi hutan rawa gambut yang telah rusak dapat direhabilitasi sehingga memiliki produktivitas yang baik.
Tipe Lahan Hutan Rawa Gambut Terdegradasi
Beberapa tipe lahan yang akan membedakan jenis pengelolaan pada setiap tipe, yaitu :
1.Areal bekas tebangan (logged-over area) yaitu areal bekas tebangan baik perusahaan maupun masyarakat, pada areal ini masih ditemukan vegetasi pada berbagai tingkat pertumbuhan (semai, sapling, tiang dan pohon). Areal ini dibatasi merupakan areal yang tidak pernah terbakar. Secara lebih rinci areal ini dibagi lagi ke dalam :
- Areal tak terganggu: merupakan areal yang tidak terganggu tebangan. Areal ini terletak diantara ruang-ruang terbuka sekitar tunggak. Vegetasi dalam stratifikasi masih utuh.
- Areal sekitar tunggak tebangan: merupakan areal terbuka akibat penebangan pobon. Baik pohon yang dipanen maupun pohon-pohon lain yang tumbang akibat kegiatan pemanenan. Semakin banyak pohon ditebang semakin luas areal ini. Pada areal ini, pennudaan alami jenis-jenis kanopi utama, baik dari segi jumlah maupun tingkat perkembangannya, umumnya memadai untuk mengganti pohonpohon yang tumbang.
- Areal bekas jalan sarad merupakan areal terbuka sepanjang jalan sarad. Keterbukaan kanopi pada jalan sarad ini sangat kecil (lebar < 2 m), karena penyaradan di hutan rawa gambut umumnya menggunakan sistem manual.
- Areal kiri-kanan rel merupakan areal terbuka yang secara bertahap bertambah sesuai dengan umur pakai reI. Kayu-kayu yang digunakan sebagai bantalan rel harus diganti secara periodik. Pengganti kayu bantalan tersebut berasal dari sepanjang jalan rel. Sebagai contoh : dalam 2 tahun penggunaan jalan, di sepanjang jalan terjadi pembukaan 100 m kiri-kanan rel.
Pada tipe lahan ini kegiatan rehabilitasi yang dilakukan adalah : Tabel. 1
2.Areal belukar rawa gambut, yaitu areal yang didominasi belukar. Umumnya areal ini tidak memiliki tingkat pertumbuhan vegetasi yang lengkap. Areal ini dibedakan atas areal yang terbakar dan tidak terbakar tetapi pada umumnya kejadian kebakaran tidak terjadi secara berulang-ulang.Tabel 2
3. Areal pakis-pakisan, yaitu areal yang didominasi pakis-pakisan dan sudah tidak terdapat lagi vegetasi berkayu. Pada areal ini umumnya terjadi kebakaran secara berulang. Pada areal ini sangat sulit untuk dilakukan penanaman. Usaha penanaman harus diikuti dengan usaha penataan areal secara fisik seperti pembuatan saluran drainase, bioremediasi dan aplikasi bioteknologi.
Uji Coba Penanaman
Penanaman sebagai salah satu usaha rehabilitasi hutan rawa gambut harus didahului dengan penelitian uji jenis untuk mengetahui jenis-jenis tanaman yang dapat bertahan hidup pada lahan yang telah terdegradasi tersebut. Penelitian tersebut juga diikuti dengan perbaikan tindakan silvikultur agar dihasilkan produktivitas yang optimal.
Adapun jenisjenis tanaman yang dapat digunakan dalam rehabilitasi hutan rawa gambut berdasarkan hasil uji jenis dapat dilihat pada Tabel.3.
Faktor kritis lain dalam usaha penanaman pada hutan rawa gambut adalah genangan air dan sifat tanah gambut yang sangat porous. Untuk mengatasi permasalahan genanga air dilakukan kegiatan uji coba penanaman pada waktu yang berbeda yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan dimana diketahui penanaman jenis blangeran rnenunjukkan hasil yang memuaskan pada waktu tanam di akhir musim hujan.
Teknis penanaman dengan membuat guludan dan menggunakan bumbung bambu juga bisa dilakukan akan tetapi akan sulit di aplikasikan pada skala luas. Sedangkan permasalahan tanah gambut yang sangat porous sehingga perakaran tanaman tidak menyatu dengan baik rnaka teknis penanaman dilakukan dengan pemadatan gambut dengan cara mencacah dan memadatkan gambut pada lubang tanam. Cara ini ternyata juga sangat berpengaruh terhadap persentase hidup tanaman di lapangan.
Rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi harus dilakukan secara komprehensif dan terarah. Pada lahan rawa gambut yang sangat spesifik dimana variasi kondisi lahan sangat besar maka harus dilakukan pengelompokan-pengelompokan lahan yang nantinya akan berbeda dalam pengelolaannya. Salah satu manfaat pengelompokan tersebut adalah dipastikannya jenis yang tepat ditanam pada lahan yang tepat pula. Usaha yang tidak kalah penting dalam rehabilitasi adalah perlindungan areal baik dari aktivitas manusia yang merugikan rnaupun bahaya kebakaran dimana usaha ini akan lebih maksimal bila masyarakat setempat dapat berperan aktif dalam usaha rehabilitasi. *Peneliti Pertama pada Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Source : link
Source : link
Source: http://muherda.blogspot.com/2012/03/strategi-rehabilitasi-hutan-rawa-gambut.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar