TOKYO (RP) ? Krisis nuklir di Jepang pasca-gempa 8,9 Skala Richter (SR) dan tsunami pada Jumat lalu (11/3) belum reda. Kebakaran dan ledakan kembali terjadi pada dua reaktor nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, sekitar 250 Km timur laut Tokyo, Selasa (15/3).
Dua ledakan kemarin terjadi pada reaktor nomor dua dan nomor empat. Api dan asap tebal pun terlihat dari reaktor tersebut.
Asap berwarna putih kehitaman membubung di udara. Tokyo Electric Power Co (TEPCO) selaku operatornya menyatakan, dua ledakan dan kebakaran pada reaktor itu akhirnya bisa dipadamkan dengan bantuan tentara AS.
Sebelumnya, ledakan terjadi pada reaktor pertama pada Sabtu lalu (12/3). Selanjutnya, reaktor ketiga meledak dan terbakar pada Senin lalu (14/3).
Menyusul dua ledakan kemarin, tingkat radiasi di sekitar PLTN Fukushima No.1 plant di pantai timur Jepang melonjak drastis. Perdana Menteri (PM) Jepang Naoto Kan dan Kepala Sekretaris Kabinet Yukio Edano pun menyatakan, level radiasi itu ada pada tingkat yang membahayakan kesehatan manusia.
Bahkan, penyebaran radiasi juga sampai ke Tokyo. Pemerintah menyatakan, tingkat radiasi di ibu kota telah terdeteksi sedikit lebih tinggi di atas level normal. Kendati begitu, ditegaskan tidak sampai di taraf yang membahayakan.
Kan telah meminta warga yang ada sekitar 10-20 Km di luar zona nuklir tetap tinggal di dalam rumah. ??Saya minta bangsa dan seluruh warga negeri ini tetap tenang, meski insiden kali ini sangat memprihatinkan,?? kata Kan dalam pernyataan yang disiarkan televisi.
Meski begitu, warga Jepang kian diliputi perasaan was-was. Kecemasan bertambah setelah krisis nuklir meluas dan tak kunjung reda. Mereka teringat pada bencana serangan nuklir pada Perang Dunia II.
Saat itu, dua bom atom dijatuhkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh AS. Sedikitnya, 200 ribu orang tewas saat itu.
?Yang paling kami cemaskan adalah kebocoran radiasi dari reaktor nuklir,? kata Kaoru Hashimoto (36), ibu rumah tangga di Kota Fukushima, sekitar 80 Km barat laut PLTN Fukushima Daiichi.
Meningkatnya kecemasan warga itu ditunjukkan lewat aksi borong berbagai bahan makanan dan kebutuhan pokok. Menurut Hashimoto, rak-rak di supermarket telah kosong diserbu pembeli.
?Banyak anak yang sakit karena dinginnya cuaca saat ini. Tetapi, apotek dan toko obat tutup. Banyak bantuan juga tidak sampai ke pusat-pusat evakuasi di kota ini. Semua orang takut dan cemas. Mereka ingin keluar dari kota ini. Tetapi, tidak ada bahan bakar,?? katanya.
Lebih dari 210 ribu warga di Fukushima telah dievakuasi. Mereka diungsikan ke sejumlah tempat penampungan yang telah disediakan. Krisis di PLTN Fukushima terus memburuk sejak gempa dan tsunami menghancurkan sistem pendingin reaktor nuklir di sana.
Otoritas Keamanan Nuklir Prancis (ASN) kemarin juga menyatakan, tingkat radiasi di PLTN Fukushima Daiichi telah diklasifikasikan pada level 6 dalam skala 1-7. Itu berarti tingkat radiasi di sana hanya berada satu level di bawah bencana Chernobyl, Ukraina, pada 1986 yang mencapai level tujuh atau tertinggi. Kebocoran nuklir Chernobyl menewaskan sekitar 4 ribu jiwa. Level radiasi Fukushima juga di atas reaktor Three Mile Island, AS, sebesar lima saat terjadi bencana pada 1979.
Padahal, Senin lalu (14/3) ASN menyebut level radiasi di Fukushima mencapai lima atau enam.
?Saat ini situasinya berbeda. Kita berada di ambang bencana,? kata Presiden ASN Andre-Claude Lacoste dalam jumpa pers di Paris, Prancis, kemarin.
Belakangan, tingkat radiasi akhirnya menurun. ?Tidak hanya di PLTN Fukushima Daiichi, radiasi di Tokyo telah menurun,? kata Yukio Edano.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga membenarkan, enam jam setelah ledakan itu, level radiasi telah turun. Saat itu, level radiasinya dilaporkan 0,6 millisieverts atau masih berada pada dosis yang bisa diterima manusia. ?Hasil observasi menunjukkan tingkat radioaktif sudah turun,? kata pejabat lembaga PBB yang berpusat di Wina, Austria, tersebut.
Paparan radioaktif di atas 100 millisieverts (mSv) setahun dianggap sebagai level yang bisa memicu penyakit kanker. Manusia biasanya terpapar radiasi secara alami sebesar 2-3 mSv per tahun.
Sebelumnya, IAEA dapat informasi dari Jepang bahwa radioaktif yang dilepas ke atmosfer dan lokasi PLTN sebesar 400 mSv per jam dosis radiasi. Hal itu diobservasi dari unit reaktor nomor tiga dan empat.
Angka itu 20 kali dari paparan yang diterima para pekerja industri nuklir setiap tahun.
Eksodus warga asing di Jepang juga meningkat. Cina dan Taiwan kemarin mengevakuasi warga mereka dari negara itu dengan dua pesawat terbang. Cina juga menggunakan bus untuk evakuasi warganya dari Fukushima. Prancis juga melakukan hal sama.
Di Bandara Haneda, Tokyo, antrean penumpang mengular. Meski banyak warga asing yang ingin meninggalkan Jepang, penerbangan tidak tersedia. Banyak maskapai yang membatalkan penerbangan atau memindahkan penerbangan ke kota lain di luar Tokyo. Itu dilakukan untuk menghindari dampak radiasi di Tokyo.
EVA Airways membatalkan 14 penerbangan ke Tokyo dari Taiwan. Selain itu, lima penerbangan ke Sapporo juga dibatalkan. Air China membatalkan separo di antara enam kali penerbangannya setiap hari dengan rute Beijing-Tokyo kemarin dan hari ini (16/3).
Korban tewas akibat gempa dan tsunami juga terus bertambah. Data resmi menyebutkan, 3.373 orang tewas dan 6.746 hilang. Tapi para pejabat Jepang memperkirakan lebih dari 10 ribu orang tewas dalam musibah tersebut.
Situasi di Tokyo makin sulit. Selain kekhawatiran bahaya radiasi, listrik di kota itu tidak berfungsi alias mati. TEPCO memberlakukan pemadaman kemarin. Sekitar 5 juta rumah tangga pun tidak dapat menikmati listrik di ibu kota.
Selamat setelah 96 Jam Tertimbun
Di tengah banyaknya korban jiwa dalam musibah gempa dahsyat dan tsunami di Jepang, ada juga cerita tentang keajaiban. Dua warga berhasil diselamatkan dan ditemukan hidup setelah tertimbun selama 96 jam.
Stasiun televisi pemerintah Jepang, Nippon Hoso Kyokai (NHK) melaporkan, seorang pria ditemukan hidup di Kota Ishimaki, Prefektur Miyagi, Selasa siang (15/3) setelah empat hari tertimbun puing-puing gempa dan tsunami yang terjadi Jumat (12/3).
Pagi harinya, tiga warga lanjut usia (lansia) telah diselamatkan dalam tumpukan puing-puing mobil di kota kecil Natori, selatan Sendai, Prefektur Miyagi. Pada saat hampir bersamaan, seorang perempuan tua usia 70 tahun juga ditemukan dalam kondisi selamat di bawah reruntuhan bangunan di kota lain. Nenek itu langsung dilarikan ke rumah sakit karena hipotermia. Tapi NHK memastikan, nyawa sang nenek tak sampai terancam.
Penyelamatan terjadi setelah seorang bayi usia empat bulan ditemukan selamat di bawah reruntuhan rumahnya di Kota Ishinomaki, Prefektur Miyagi, Senin lalu (14/3). Bayi itu terlepas dari gendongan orangtuanya ketika gelombang laut menerjang rumahnya.
Tim penyelamat dan tentara yang dikerahkan ke kota itu untuk membantu evakuasi korban menemukan sang bayi. News.com memberitakan, selanjutnya bayi itu dipersatukan dengan sang ayah.
Kaori Ohashi (39) juga termasuk yang selamat. Ibu dua anak itu bekerja di sebuah panti perawatan di Sendai, Prefektur Miyagi. Saat tsunami menerjang, dia menyaksikan gelombang laut bercampur lumpur dan banyak puing menghantam rumah dan bangunan. Tak terkecuali tempatnya bekerja.
Dia juga melihat banyak mobil di jalan dijungkir-balikkan gelombang laut. Sementara para pengemudinya masih ada di dalam mobil. Warga lain berusaha menyelamatkan diri dengan menaiki pohon.
??Saya kira saya takkan selamat,?? ujar Ohashi pada Agence France-Presse (AFP). Dua malam dia terjebak di panti bersama 15 staf lainnya serta 200 warga lansia penderita demensia akut.
Kini, Ohashi tinggal di tempat penampungan sementara di ruang gimnasium sekolah di Sendai. Di tempat itu, juga tinggal 400 pengungsi lainnya.
Ketika tsunami datang, lantai satu tempat Ohashi bekerja dipenuhi air. Bersama para koleganya, dia membawa para lansia ke lantai dua dan tiga.
??Saat itu listrik mati. Salju mulai turun. Saya merasakan suasana yang mencekam,?? ceritanya. Ohashi dan rekan-rekannya bertahan. Mereka tetap sibuk mengurus para lansia. Dalam kondisi gelap, mereka melakukan aktivitas seperti biasa. Menyuapi dan membantu para lansia ke toilet serta memasang alas tidur di lantai buat mereka.
??Mereka (para lansia pasien demensia, red) ketakutan. Tapi saya rasa mereka tak tahu terjadi tsunami. Mereka takut karena ruang gelap dan dingin. Mereka baru bisa tidur sekitar pukul 02.00 atau 03.00 pagi. Kami berusaha menenangkan mereka,?? paparnya.
Di hari berikutnya, sebuah helikopter penyelamat melintas. Dua petugas meminta Ohashi tetap kuat dan sabar. Mereka menyatakan bantuan segera tiba. Ahad lalu (13/3) tim penyelamat tiba. Ajaibnya, dia bersama para kolega dan semua pasien selamat.
Ohashi pun bersatu kembali dengan keluarganya di pengungsian pada Ahad lalu. Anak lelakinya yang berusia 12 tahun dan anak keduanya, perempuan usia 2 tahun, juga selamat. ??Saya senang bertemu mereka lagi. Tak ada kata-kata yang bisa keluar. Saya amat bahagia,?? tuturnya.
99 WNI Kembali ke Tanah Air
Pemerintah Indonesia akhirnya mengevakuasi 99 WNI yang tinggal di Sendai, salah satu daerah terparah akibat tsunami. Mereka terdiri dari 94 pelajar dan lima anak buah kapal (ABK) Kapal Shinsei Maru 18. Mereka tiba di Tanah Air sekitar pukul 18.00 tadi malam dan segera dipindahkan ke kantor Kemenlu di Jalan Pejambon, Jakarta Pusat.
Mereka diserahterimakan pada keluarga oleh Menlu Marty Natalegawa. ??Sesuai perintah presiden, semua WNI yang ingin kembali ke Tanah Air difasilitasi pemerintah. Ini gelombang pertama dan masih ada kloter lanjutan,?? kata Marty.
Proses evakuasi itu merupakan keputusan bersama pemerintah dan WNI setelah dilakukan dialog di tempat penampungan sementara di Tokyo. Evakuasi ke Tanah Air terus dilakukan berdasar penilaian staf Kemenlu yang dikirim sebagai tim bantuan ke KBRI Tokyo.
Marty mengatakan, pihaknya fokus pada WNI di Jepang. Hingga kini belum ada WNI yang dilaporkan tewas. Tapi empat ABK Kapal Kuni Maru No 3 belum diketahui keberadaannya.
Di antara 24 ribu WNI di Jepang, yang terkena dampak bencana paling parah berjumlah 496 orang. ??Dari 496 itu, ada 267 yang harus dicek keberadaannya. Sebab, ada yang jadi nelayan dan ada di laut,?? terang Marty.
WNI yang berasal dari luar Jakarta pun difasilitasi sampai di rumah masing-masing. Beberapa di antara mereka adalah mahasiswa yang belajar di Jepang. Ada juga yang bekerja di Negeri Sakura.
Hengky Rotinsulu (40), bersyukur bisa kembali ke Tanah Air dengan selamat. Pria yang menempuh gelar doktoral di Tohoku Pharmaceutical University itu membawa pulang seluruh keluarganya, yakni istri dan dua anak. Pria asal Manado itu mengatakan, kondisi Jepang sangat tak menentu. Kini terutama sulit dapat bahan makanan. Jadi, dia memutuskan balik ke Manado.
Ketika bencana terjadi, dua anaknya, Sarah (12) dan Megumi (6) belajar di sekolah. Dia beraktivitas di laboratorium universitas. Setelah tsunami menerjang, transportasi terputus.
Dia harus jalan kaki beberapa kilometer menjemput dua anaknya. Setelah gempa, tak ada yang berani masuk ke dalam rumah. Sebab, pipa gas yang disalurkan ke rumah bocor. ??Jadi kami tidak ganti baju. Baju ini kami pakai sejak Jumat lalu,?? tuturnya.
Seorang WNI lainnya, Abdul Muhari, mengatakan, saat terjadi gempa, dia sedang di lantai 11 kampusnya. Pihak kampus pun memberi peringatan gempa. ??Itu sekitar 22 detik sebelum tsunami. Saya pun hanya berlindung di bawah meja,?? katanya.
Dia mengaku saat itu tak terlalu cemas karena semua konstruksi di Jepang sudah dipersiapkan menahan gempa berskala besar. Muhari pun mengaku tak trauma menghadapi bencana itu. Dia berencana segera kembali ke Jepang. ??Mungkin sebelum 24 April karena kampus sudah mulai lagi,?? ujarnya.
KBRI Tokyo menyatakan, tujuh ABK yang semula dilaporkan hilang dipastikan selamat. Ketujuh WNI itu bekerja di kapal Shinko Maru 78. Mereka adalah Askurulloh (Tegal), Hasanudin (Cirebon), Hodir (Brebes), Sutoyo (Pemalang), Tatang (Majalengka), Suardi (Pati) dan Basril Effendy (Padang).
Tapi, hingga kini pemerintah belum tahu keberadaan empat ABK kapal penangkap ikan tuna Kuni Maru No 3 yang bermarkas di Tsukumi, Prefektur Oita. Otoritas setempat juga menyatakan, empat WNI itu belum diketahui nasibnya. Mereka adalah Sunardi, Tonny Setiawan, Rudi Hartono, dan Arifin Siregar. Kini mereka masih dicari tim SAR dan KBRI Tokyo.
Dua warga Magelang juga dilaporkan selamat di Jepang. Keduanya adalah kakak beradik Ihwan Rosyadi (28) dan Mualfi Sodiq Hasan (27), warga Dusun Tanjung Kulon Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang yang bekerja sebagai ABK kapal Yamato Maru No 36 di Miyagi.
Menurut Harun Rasyid, ayah kedua WNI itu, dua anaknya yang sempat diberitakan hilang ditemukan selamat. ??Kami sangat bersyukur. Mereka selamat. Kami langsung gelar tasyakuran ini. Kita berterima kasih pada Tuhan dan teman-teman yang telah membantu kami,?? kata Harun tadi malam.
Informasi keselamatan kedua anaknya itu diperoleh Harun dari penyalur kerja, PT Budi Agung Bina Tara di Jakarta Selatan. ??Tadi, sekitar pukul 4 sore, saya hendak berangkat ke Jakarta. Tapi ada telepon yang memberi tahu bahwa satu kapal semua selamat,?? terangnya.
Meski begitu, dia belum dapat berkomunikasi langsung dengan kedua anaknya tersebut. Pasalnya, kini kapal Yamato Maru masih belum bersandar di dermaga. ??Dermaga rusak. Sekarang mereka ada di Katsunuma, Jepang,?? jelasnya.(AFP/AP/Rtr/zul/vie/ton/jpnn/dwi)
Source: http://www.lantaiparket.com/2011/03/krisis-nuklir-makin-parah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar